Di dalam ilmu ushul fiqih, kita pasti dihadapkan dengan istilah maslahah mursalah. Bagi mereka yang sudah lama melintang di bidang ilmu ini, tentu akan faham dengan istilah tersebut. Namun bagi pemula seperti Saya, sebelum mendalami ushul fiqih, harus paham benar akan pengertian-pengertian beberapa istilah yang berkaitan dengan ushul fiqih seperti pengertian maslahah mursalah. Tentu banyak istilah lain yang insya Allah nanti akan Saya tulis pada artikel selanjutnya.
Ada 2 maslahah mursalah definition (kata orang bule) atau definisi perihal pengertian maslahah mursalah, yakni pengertian berdasarkan asal kata atau bahasa dan menurut istilah.
Secara etimologis, kata maslahah mursalah terdiri atas dua suku kata yaitu maslahah dan mursalah. Al maslahah adalah bentuk mufrad dari al mashalih. Maslahah berasal dari kata shalāh yang berarti manfaat atau terlepas. Kata maslahah inipun telah menjadi bahasa Indonesia yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan.
Adapun pengertian maslahah dalam bahasa Arab adalah perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia. Dalam arti yang umum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau ketenangan atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti menolak kemudharatan atau kerusakan.
Jadi apapun bentuk kegiatannya yang penting telah tercapai kemanfaatan atau kemaslahatan maka itu dinamakan maslahah. Seperti ada 2 orang beradu argumen tentang suatu hal, lalu datang pihak ketiga sebagai penengah yang kemudian keduanya merasa menang dan faham, maka hal ini telah disebut maslahah secara bahasa.
Sedangkan kata al-Mursalah adalah isim maf’ul dari fi’il madhi kata رسل dengan penambahan alif di pangkalnya, sehingga menjadi ا رسل, yang berarti “terlepas” atau “bebas”. Bila kata maslahah digabungkan dengan mursalah, maka secara bahasa berarti kemaslahatan yang terlepas/bebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidaknya dilakukan.
Adapaun pengertian maslahah mursalah menurut istilah, akan Kami kemukakan beberapa pengertian berdasarkan tokoh ulama.
Imam Ar-Razi mendefinisikan maslahah mursalah sebagai perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya. Sedangkan menurut Imam Muhammad Hasbih As-Siddiqi, maslahah mursalah ialah memelihara tujuan dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusak makhluk.
Maslahah mursalah menurut Imam Malik sebagaimana adalah suatu maslahah yang sesuai dengan tujuan, prinsip dan dalil-dalil syara yang berfungsi untuk menghilangkan kesempitan, baik yang bersifat dharuriyat (primer) maupun hajjiyat (sekunder).
Menurut Abu Nur Zuhair, maslahah mursalah adalah suatu sifat yang sesuai dengan hukum, tapi belum tentu diakui atau tidaknya oleh syara. Sedangkan menurut Abu Zahrah, maslahah mursalah adalah maslahah yang sesuai dengan maksud pembuat hukum (Allah) secara umum, tapi tidak ada dasar yang secara khusus menjadi bukti diakui atau tidaknya.
Menurut al-Ghazali, maslahah mursalah adalah suatu metode istidlal (mencari dalil) dari nash syara yang tidak merupakan dalil tambahan terhadap nash syara, tapi ia tidak keluar dari nash syara. Muhammad Muslehuddin mengartikan maslahah mursalah sebagai kepentingan bersama yang tidak terbatas, atau kepentingan yang tidak ada ketentuannya. Hal ini berdasarkan dari teori Imam Malik bahwa konsep syari’ah itu ada untuk kepentingan bersama, maka sesuatu yang memberikan kemanfaatan dan mencegah kemudaratan bersama adalah merupakan salah satu sumber syariah.
Intinya, maslahah mursalah adalah sesuatu kejadian yang oleh syara’ atau ijma tidak ada penetapan hukumnya dan tidak ada illat yang menjadi dasar bagi syara untuk menetapkan satu hukum, tetapi ada pula sesuatu yang munasabah untuk kemaslahatan dan kebaikan umum.
Kedudukan maslahah mursalah adalah sebagai sumber hukum sama halnya dengan ijma atau qiyas. Tapi hal ini hanya berlaku di kalangan mazhab Imam Maliki dan Hambali, dengan alasan sebagai berikut :
Sedangkan Imam Syafi'i menolaknya sebagai sumber hukum. Alasan Imam Syafi'i menolak maslahah mursalah sebagai sumber hukum karena :
Itulah sedikit penjelasan tentang pengertian maslahah mursalah dan contohnya. Mengenai pembagian maslahah marsalah, akan Saya posting di lain waktu.
Info lain yang sering dicari lewat blog Tentang Islam ini adalah :
- contoh maslahah mursalah dalam kehidupan sehari-hari
- contoh maslahah mursalah dalam ekonomi islam
- macam macam maslahah mursalah
- dalil maslahah mursalah
- contoh istishab
- kehujjahan maslahah mursalah
Ada 2 maslahah mursalah definition (kata orang bule) atau definisi perihal pengertian maslahah mursalah, yakni pengertian berdasarkan asal kata atau bahasa dan menurut istilah.
Secara etimologis, kata maslahah mursalah terdiri atas dua suku kata yaitu maslahah dan mursalah. Al maslahah adalah bentuk mufrad dari al mashalih. Maslahah berasal dari kata shalāh yang berarti manfaat atau terlepas. Kata maslahah inipun telah menjadi bahasa Indonesia yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan.
Adapun pengertian maslahah dalam bahasa Arab adalah perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia. Dalam arti yang umum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau ketenangan atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti menolak kemudharatan atau kerusakan.
Jadi apapun bentuk kegiatannya yang penting telah tercapai kemanfaatan atau kemaslahatan maka itu dinamakan maslahah. Seperti ada 2 orang beradu argumen tentang suatu hal, lalu datang pihak ketiga sebagai penengah yang kemudian keduanya merasa menang dan faham, maka hal ini telah disebut maslahah secara bahasa.
Sedangkan kata al-Mursalah adalah isim maf’ul dari fi’il madhi kata رسل dengan penambahan alif di pangkalnya, sehingga menjadi ا رسل, yang berarti “terlepas” atau “bebas”. Bila kata maslahah digabungkan dengan mursalah, maka secara bahasa berarti kemaslahatan yang terlepas/bebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidaknya dilakukan.
Adapaun pengertian maslahah mursalah menurut istilah, akan Kami kemukakan beberapa pengertian berdasarkan tokoh ulama.
Imam Ar-Razi mendefinisikan maslahah mursalah sebagai perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya. Sedangkan menurut Imam Muhammad Hasbih As-Siddiqi, maslahah mursalah ialah memelihara tujuan dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusak makhluk.
Maslahah mursalah menurut Imam Malik sebagaimana adalah suatu maslahah yang sesuai dengan tujuan, prinsip dan dalil-dalil syara yang berfungsi untuk menghilangkan kesempitan, baik yang bersifat dharuriyat (primer) maupun hajjiyat (sekunder).
Menurut Abu Nur Zuhair, maslahah mursalah adalah suatu sifat yang sesuai dengan hukum, tapi belum tentu diakui atau tidaknya oleh syara. Sedangkan menurut Abu Zahrah, maslahah mursalah adalah maslahah yang sesuai dengan maksud pembuat hukum (Allah) secara umum, tapi tidak ada dasar yang secara khusus menjadi bukti diakui atau tidaknya.
Menurut al-Ghazali, maslahah mursalah adalah suatu metode istidlal (mencari dalil) dari nash syara yang tidak merupakan dalil tambahan terhadap nash syara, tapi ia tidak keluar dari nash syara. Muhammad Muslehuddin mengartikan maslahah mursalah sebagai kepentingan bersama yang tidak terbatas, atau kepentingan yang tidak ada ketentuannya. Hal ini berdasarkan dari teori Imam Malik bahwa konsep syari’ah itu ada untuk kepentingan bersama, maka sesuatu yang memberikan kemanfaatan dan mencegah kemudaratan bersama adalah merupakan salah satu sumber syariah.
Intinya, maslahah mursalah adalah sesuatu kejadian yang oleh syara’ atau ijma tidak ada penetapan hukumnya dan tidak ada illat yang menjadi dasar bagi syara untuk menetapkan satu hukum, tetapi ada pula sesuatu yang munasabah untuk kemaslahatan dan kebaikan umum.
Kedudukan maslahah mursalah adalah sebagai sumber hukum sama halnya dengan ijma atau qiyas. Tapi hal ini hanya berlaku di kalangan mazhab Imam Maliki dan Hambali, dengan alasan sebagai berikut :
- Adanya pengakuan Nabi atas penjelasan Muaz ibn Jabal yang akan menggunakan ijtihad bil ra’yi bila tidak menemukan ayat Qur’an dan Sunnah untuk menyelesaikan sebuah kasus hukum. Penggunaan ijtihad ini mengacu pada penggunaan daya nalar atau suatu yang dianggap maslahah. Nabi sendiri waktu itu tidak membebaninya untuk mencari dukungan nash.
- Adanya amaliyah dan praktek di zaman sahabat yang walaupun saat itu belum ada istilah maslahah mursalah, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah diterima bersama tanpa saling menyalahkan. Seperti, pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama, memerangi orang yang tidak membayar zakat, pencetakan mata uang, dan keputusan tidak memberi hak zakat kepada muallaf pada zaman Umar ibn Khattab, penyatuan cara baca Quran dan pemberlakuan adzan dua kali pada zaman Ustman ibn Affan.
- Suatu maslahah bila telah nyata kemaslahatannya dan telah sejalan dengan maksud pembuat hukum, maka menggunakan maslahah tersebut berarti telah memenuhi tujuan syar’i, meskipun tidak ada dalil khusus yang mendukungnya.
- Bila dalam keadaan tertentu untuk menetapkan hukum tidak boleh menggunakan metoda maslahah mursalah, maka akan menempatkan umat dalam kesulitan. Padahal Allah sendiri menghendaki kemudahan dan menjauhkan kesulitan untuk hamba-Nya. Nabi pun menghendaki umatnya menempuh cara yang lebih mudah dalam kehidupannya.
Sedangkan Imam Syafi'i menolaknya sebagai sumber hukum. Alasan Imam Syafi'i menolak maslahah mursalah sebagai sumber hukum karena :
- Syari’at islam itu mempunyai tujuan menjaga kemaslahatan manusia yang dalam keadaaan terlantar tanpa petunjuk. Sedangkan petunjuk itu harus berdasarkan kepada nash. Kalau saja kemaslahatan itu tidak berpedoman kepada i’tibar nash maka bukanlah kemaslahatan yang hakiki.
- Kalau menetapkan hukum berdasarkan kepada maslahah mursalah yang terlepas dari syara’ maka besar kemungkinan akan dipengaruhi oleh hawa nafsu, sedangkan hawa nafsu tak akan mampu memandang kemaslahatan yang hakiki.
- Pembinaan hukum yang didasarkan kepada maslahah mursalah berarti membuka pintu bagi keinginan dan hawa nafsu yang mungkin tidak akan dapat terkendali.
- Bila suatu maslahah ada petunjuk syar’i yang membenarkannya (mu’tabarah) maka ia telah termasuk dalam umumnya qiyas. Seandainya tidak ada petunjuk syara’ yang membenarkannya maka tidak mungkin disebut maslahah, dan mengamalkan sesuatu yang diluar petunjuk syara’ berarti mengakui kurang lengkap atau kurang sempurnya risalah Nabi.
- Beramal dengan maslahah yang tidak mendapat pengakuan nash akan membawa kepada pengamalan hukum yang berlandaskan sekehendak hati dan menurut hawa nafsu, cara seperti ini tidaklah lazim dalam prinsip-prinsip islami.
- Penggunaan maslahah dalam berijtihad tanpa berpegang pada nash akan memunculkan sikap bebas dalam menetapkan hukum sehingga dapat mengakibatkan seseorang teraniaya atas nama hukum. Hal ini tentu saja menyalahi prinsip “tidak boleh merusak, juga tidak ada yang dirusak”.
- Penggunaan maslahah dalam berijtihad tanpa berpegang pada nash akan memberi kemungkinan mudahnya perubahan hukum syara seiring perubahan waktu dan tempat, maka tidak akan ada kepastian hukum yang tetap. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip hukum syara’ yang universal dan lestari serta meliputi semua umat Islam.
Oleh karena itu, maka tentu ada syarat-syarat yang harus dihadapi bagi mereka yang menggunakan maslahah mursalah sebagai sumber hukum. Tujuannya agar proses ijtihadnya tidak dilakukan sewenang-wenang dan bukan atas dasar hawa nafsu. Syarat tersebut adalah :
- Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahah mursalah harus merupakan kemaslahatan yang hakiki, bukan kemaslahatan yangberdasarkan akal atau sangkaan, tepatnya yang bisa menghasilkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan.
- Mashlih mursalah hanya berlaku dalam bidang muamalah bukan pada bidang ubudiah.
- Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahah mursalah itu harus merupakan kemaslahatan umum, bukan untuk perorangan atau golongan.
- Kemaslahatan itu tidak bertentangan dengan syara’ atau ijma’.
- Maslahat itu harus masuk akal, mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan pemikiran yang rasional, dimana seandainya diajukan kepada kelompok rasionalis akan dapat diterima.
Agar lebih faham dan mengerti maksud dari maslahah mursalah, berikut ini Saya kasih contoh ijtihad dengan kategori tersebut :
- Tindakan yang dilakukan Sayyid Abu Bakar terhadap orang-orang yang anti membayar zakat demi kemaslahatan.
- Mensyaratkan adanya surat kawin sebagai syarat syahnya gugatan dalam soal perkawinan.
- Menulis huruf al Quran ke huruf latin demi kemaslahatan umat yang belum lancar membaca Arab.
- Membuang barang yang ada di atas kapal laut tanpa izin si empunya barang, karena ada gelombang besar yang menjadikan kapal oleng. Hal ini dilakukan demi kemaslahatan penumpang dan menolak bahaya.
- Usaha Sayyid Utsman bin 'Affan menyatukan kaum muslimin dalam mempergunakan satu mushaf Al Quran lalu menyiarkannya dan kemudian membakar lembaran-lembaran yang lain.
- Tindakan Sayyid Umar bin Khattab dengan tidak menjalankan hukum potong tangan pencuri yang melakukan pencurian pada masa paceklik.
- Perbuatan para sahabat memilih dan mengangkat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama pengganti Nabi untuk memimpin umat dalam meneruskan tugas imamah dan da’wah.
- Fatwa tentang keharusan adanya sertifikat halal bagi produk makanan, minuman dan kosmetik oleh Majelis Ulama Indonesia.
Info lain yang sering dicari lewat blog Tentang Islam ini adalah :
- contoh maslahah mursalah dalam kehidupan sehari-hari
- contoh maslahah mursalah dalam ekonomi islam
- macam macam maslahah mursalah
- dalil maslahah mursalah
- contoh istishab
- kehujjahan maslahah mursalah