Hukum MLM dalam Islam



Hukum MLM dalam Islam - Ditengah kelesuan dan keterpurukan ekonomi nasional, datanglah sebuah sistem bisnis yang banyak menjanjikan dan keberhasilan serta menawarkan kekayaan dalam waktu singkat.

Sistem ini kemudian dikenal dengan istilah Multi Level Marketing (MLM) atau Networking Marketing. Banyak orang yang bergabung kedalamnya, baik dari kalangan orang-orang awam ataupun dari kalangan penuntut ilmu, bahkan ada sebagian pondok pesantren yang mengembangkan sistem ini untuk pengembangan usaha pesantren.

Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah bisnis dengan model semacam ini diperbolehkan secara syar’i ataukah tidak ? Sebuah permasalahan yang tidak mudah untuk menjawabnya, karena ini adalah masalah aktual yang belum pernah disebutkan secara langsung dalam litelatur para ulama kita.



Apaun nama dan model bisnis tersebut pada dasarnya dihukumi halal selagi dilakukan atas dasar sukarela dan tidak mengandung salah satu unsur keharaman. Adapun hal-hal yang bisa membuat sebuah transaksi bisnis menjadi haram adalah :
- Riba
- Ghoror atau adanya spekulasi yang tinggi dan sesuatu yang tidak jelas
- Penipuan
- Perjudian atau adu nasib
- Kezhaliman
- Yang dijual adalah barang haram

Secara global sistem bisnis MLM dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota) dari perusahaan yang melakukan praktek MLM.

Diantara perusahaan MLM, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal diperusahaan tersebut, dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar hampir 100% dalam setiap bulannya.

Ada beberapa perusahaan MLM lainnya yang mana seseorang bisa menjadi membernya tidak harus dengan menjual produk perusahaan, namun cukup dengan mendaftarkan diri dengan membayar uang pendaftaran, selanjutnya dia bertugas mencari anggota lainnya dengan cara yang sama, semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonus yang diperoleh dari perusahaan tersebut.


Berikut ini ada beberapa sistem MLM yang jelas keharamannya, yaitu menggunakan sistem sebagai berikut :
  • Menjual barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem MLM dengan satu harga yang jauh lebih tinggi dari harga wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagai sharing modal dalam akad syirkah mengingat pembeli sekaligus akan menjadi member perusahaan yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapat keuntungan estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM mengandung unsur kesamaran atau penipuan karena terjadi kekaburan antara akad jual beli, syirkah dan mudlarabah, karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai pekerja yang akan memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli atau member baru, sementara tidak semua pembeli ingin berbisnis MLM tapi hanya memerlukan produknya saja. 
  • Calon anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar uang tertentu, dengan ketentuan dia harus membeli produk perusahaan baik untuk dijual lagi atau tidak dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus. Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut maka keanggotaannya akan dicabut dan uangnya pun hangus. Ini diharamkan karena unsur ghoror (spekulasi) nya sangat jelas dan ada unsur kezhaliman terhadap anggota.
  • Calon anggota mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk membeli atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota baru dengan cara seperti diatas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini adalah bentuk riba karena menaruh uang di perusahaan tersebut tanpa ada pertukaran melalui bisnis real kemudian mendapatkan hasil yang lebih banyak.
  • Mirip dengan yang sebelumnya yaitu perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring dana dari masyarakat untuk menanamkan modal disitu dengan janji akan diberikan bunga dan bonus dari modalnya. Ini adalah haram karena ada unsur riba yakni bunga.
  • Perusahaan MLM yang melakukan manipulasi dalam memperdagangkan produknya, atau memaksa pembeli untuk mengkonsumsi produknya atau yang dijual adalah barang haram. Maka MLM tersebut jelas keharamannya. Namun ini tidak cuma ada pada sebagian MLM tapi bisa juga pada bisnis model lainnya.

Hukum MLM dalam Islam

Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama kontemporer, juga fatwa Dewan Ulama Kerajaan Arab Saudi, keputusan Lembaga Fikih Islam di Sudan, dan fatwa Pusat Kajian dan Penelitian al-Imam al-Albani Yordania.

Menurut Dr. Sami al-Suwailim (Direktur Pengembangan Keuangan Islam di Islamic Development Bank, Jeddah dan bekas anggota Dewan Syariah Bank Al-Rajhi, Riyad) dalam sebuah penelitiannya mengatakan bahwa MLM adalah perpanjangan dari Pyramid Scheme/ Letter Chain (pengiriman uang secara berantai) yang berasal dari Amerika.

Oleh karena itu, pemerintah Amerika telah melarang praktik Pyramid Scheme. Namun, agar sistem ini dapat diakui oleh pemerintah maka pihak pengelola memasukkan produk sebagai kedok. Dan namanya di ubah menjadi Multi Level Marketing, Direct Selling, dan lain-lain.

Hukum Pyramid Scheme jelas haram karena mengandung unsur riba ba’i, yaitu: menukar uang sejenis dengan cara tidak tunai dan tidak sama nominalnya, juga mengandung unsur gharar, yaitu: saat seseorang bergabung dengan sebuah jaringan Pyramid Scheme dia tidak tahu apakah uang yang telah dibayarkannya akan kembali ditambah bonus karena dia berada di tingkat atas, atau uang dan bonusnya hilang karena statusnya berada pada tingkat bawah.

Bila hukum ini telah disepakati maka selanjutnya yang perlu dikaji, apakah penyertaan sebuah barang/produk ke dalam sistem ini dapat mengubah hukum MLM menjadi halal atau tidak?


Seseorang yang bergabung dengan MLM ada tiga macam:
  1. Seseorang yang murni bertujuan untuk menjadi perantara antara produsen dan konsumen (agen) dengan sistem MLM. Perantara ini tidak dapat menjualkan produk sebagaimana layaknya perantara dalam sistem marketing biasa, yaitu barang diambil terlebih dahulu berdasarkan kepercayaan kemudian ia mendapat upah sekian persen dari hasil penjualan. Akan tetapi, ia diharuskan terlebih dahulu membeli salah satu produk tersebut. Proses ini jelas dilarang dalam Islam karena terdapat dua akad dalam satu akad. Dan tujuan di balik persyaratan perantara harus membeli salah satu produk terlebih dahulu perlu dicermati karena persyaratan ini merupakan indikasi kuat bahwa produk hanya sebatas kedok untuk melegalkan Pyramid Scheme. Sebab, bila ia hanya sebatas perantara tanpa membeli produk maka mata rantai Pyramid Scheme akan terputus. Dengan demikian, pengelola jaringan akan mengalami kerugian karena bonus yang diberikan jauh lebih besar daripada hasil penjualan barang.
  2. Seseorang yang bertujuan membeli produk saja tanpa ambil peduli dengan bonus yang dijanjikan perusahaan MLM karena ia merasa cocok dengan produknya. Maka konsumen ini sesungguhnya telah tertipu karena harga jual yang telah ditetapkan oleh perusahaan lebih dari 60% dianggarkan untuk pemberian bonus. Hal ini disepakati oleh seluruh perusahaan MLM. Maka pembeli yang hanya membeli barang saja dia telah tertipu karena harus membayar 60% dari harga barang untuk bonus orang-orang dalam jaringan, padahal ia membeli produk langsung dari tangan pertama. Berbeda dengan harga yang sampai ke tangannya melalui sistem marketing biasa sekalipun termasuk biaya agen dan iklan, jika ia memotong jalur perantara maka dia dapat memperoleh potongan harga. 
  3. Seseorang yang ikut bergabung dalam MLM dengan tujuan bonus. Karena, bonus yang dijanjikan untuk tahun pertama saja sangat besar dan jauh dibanding harga barang yang dipasarkan kepada kedua orang yang sekaligus merupakan downlinenya. Dan tujuan ini merupakan tujuan utama mayoritas orang-orang yang bergabung dalam MLM, yaitu memperoleh bonus puluhan juta rupiah. Dan mereka sama sekali tidak menghiraukan produk yang dijual dan dibelinya. Dalam kasus ini jelas bahwa barang hanyalah sebagai kedok untuk melegalkan Pyramid Scheme.

Berdasarkan penjelasan hakikat sistem pemasaran ini, maka MLM hukumnya adalah haram sesuai dengan dalil-dalil berikut:
  • Sistem MLM mengandung unsur riba fadl dan nasi’ah. Setiap anggota menyerahkan uang dalam jumlah kecil untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang lebih besar. Ini berarti uang ditukar dengan uang dengan nominal yang tidak sama dan tidak tunai. Inilah riba yang diharamkan berdasarkan teks Al Quran dan hadits serta ijma. Sementara itu, status barang/produk yang dijual perusahaan kepada konsumen hanyalah sebatas kedok, karena barang bukanlah tujuan orang yang ikut dalam jaringan tersebut. Dengan demikian, keberadaan barang tidak mempengaruhi hukum (menjadi halal).
  • Sistem MLM mengandung unsur garar (spekulasi) yang diharamkan syariat. Karena, setiap orang yang ikut dalam jaringan ini, ia tidak tahu apakah akan berhasil merekrut anggota (downline) dalam jumlah yang diinginkan atau tidak. Sementara itu, jaringan ini sekalipun terus beroperasi, pada suatu saat pasti akan terhenti; maka pada saat ia bergabung ke dalam jaringan ia tidak tahu, apakah dia berada pada tingkat atas sehingga dia akan beruntung ataukah dia akan berada pada tingkat bawah sehingga dia akan rugi. Dan kenyataannya, sebagian besar anggota jaringan inilah hakikat gharar. Yaitu, keberadaannya antara untung dan rugi, dengan rasio rugi lebih besar.  
  • Sistem MLM mengandung unsur memakan harta manusia dengan cara yang batil. Karena, yang mendapat keuntungan dari sistem ini hanyalah perusahaan MLM dan sejumlah kecil anggota dalam rangka mengelabui orang-orang untuk ikut bergabung. 
  • Sistem MLM mengandung unsur penipuan, menyembunyikan cacat dan pembohongan publik. Dari sisi penyertaan barang/produk dalam jaringan, seolah-olah ini adalah penjualan produk, padahal sesungguhnya yang terjadi bukanlah demikian. Dan dari sisi menjanjikan bonus yang sangat besar, namun jarang diperoleh setiap anggota.  


MLM yang halal

Menurut Syaikh Dr. ‘Abdullah bin Nashir As Sulmi,  MLM bisa dikatakan halal jika memenuhi syarat di bawah ini :
  1.  orang yang ingin memasarkan produk tidak diharuskan untuk membeli produk tersebut.
  2. harga produk yang dipasarkan dengan sistem MLM tidak boleh lebih mahal dari pada harga wajar untuk produk sejenis. Hanya ada dua pilihan harga semisal dengan harga produk sejenis atau malah lebih murah.
  3. orang yang ingin memasarkan produk tersebut tidak disyaratkan harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi anggota.
Jika ada MLM dengan keanggotaan gratis dan tidak dipersyaratkan membeli produknya, maka sistem semacam ini termasuk samsaroh atau makelar memasarkan produk orang lain yang hukumnya mubah karena beberapa alasan:
  • Orang yang ingin memasarkan produk tidak disyaratkan membeli barang tersebut atau menyerahkan sejumlah uang untuk menjadi anggota.
  • Barang yang dijual benar-benar dijual karena orang yang membeli itu tertarik, bukan karena ia ingin menjadi anggota MLM.
  • Orang yang menawarkan produk mendapatkan upah atau bonus tanpa diberikan syarat yang menghalangi ia untuk mendapatkannya.
  • Orang yang memasarkan produk mendapatkan upah atau bonus dengan kadar yang sudah ditentukan. Seperti misalnya, jika seseorang berhasil menjual produk, maka ia akan mendapatkan 40.000. Ini jika yang memasarkan produk satu orang. Jika yang memasarkan lebih dari satu, semisal Zaid menunjukkan pada Muhammad, lalu Muhammad menunjukkan pada Sa’ad, lalu Sa’ad akhirnya membeli; maka masing-masing mereka tadi mendapatkan bonus yang sama atau berbeda-beda sesuai kesepakatan.
Sumber :
https://syabaabulmuslim.wordpress.com/aqidah-2/syariah/
https://almanhaj.or.id/3876-mlm-bolehkah.html
https://rumaysho.com/2490-meninjau-hukum-mlm.html






Tag : hukum
Back To Top