Apa sebetulnya yang menjadi dasar hukum dan kehujjahan maslahah mursalah itu ? Ada beberapa dasar hukum yang dijadikan hujjah bagi mereka yang menggunakannya, yaitu :
Al Quranul Kariim
Ayat yang dijadikan hujjah adalah Surat Yunus 57 yang artinya :
Hadits Nabi
Hadits yang dipakai sebagai kehujahan maslahah mursalah adalah sabda Rasul SAW, riwayat dari Ibnu Majah dan Daruquthni :
Perbuatan para sahabat dan ulama salaf
Para sahabat pun seperti sahabat Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khathab dan juga sebagian imam madzhab telah mensyariatkan aneka ragam hukum berdasarkan prinsip maslahah. Selain itu, kehujjahan maslahah mursalah juga didukung oleh dalil-dalil aqliyah seperti yang dikemukan oleh Abdul Wahab Kholaf yang menyatakan bahwa kemaslahatan manusia itu selalu aktual dan tidak ada habisnya, oleh karena itu jika tidak ada syariah hukum yang berkenaan dengan masalah baru yang terus berkembang dan pembentukan hukum hanya berdasarkan prinsip yang mendapat pengakuan syar'i saja, maka pembentukan hukum akan berhenti dan kemaslahatan yang dibutuhkan manusia di setiap masa dan tempat akan terabaikan.
Terhadap kehujjahan maslahah al mursalah, sebagian ulama menerimanya sebagai salah satu alasan dalam menetapkan hukum syara, dan berbeda pendapat dalam hal penerapan dan penempatan syaratnya.
Menurut ulama Hanafiyyah, untuk menjadikan maslahah mursalah sebagai dalil disyaratkan maslahah tersebut berpengaruh pada hukum. Jadi ada ayat, hadits atau ijma’ yang menunjukkan bahwa sifat yang dianggap sebagai kemaslahatan itu merupakan ‘illat atau motivasi hukum dalam penetapan suatu hukum, atau jenis sifat yang menjadi motivasi hukum tersebut dipergunakan oleh nash sebagai motivasi suatu hukum.
Para ulama Malikiyyah dan Hanabilah menerima maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum. Namun untuk bisa menjadikan maslahah mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum, para ulama Malikiyyah dan Hanabilah mempunyai tiga syarat, yaitu:
Sedangkan para ulama golongan Syafi’iyyah, menjadikan maslahah sebagai salah satu dalil syara’ namun memasukkannya ke dalam qiyas. Menurut Imam al-Ghazali, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk kemaslahatan yang dapat dijadikan hujjah dalam mengistinbatkan hukum, yaitu:
Al Quranul Kariim
Ayat yang dijadikan hujjah adalah Surat Yunus 57 yang artinya :
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
Hadits Nabi
Hadits yang dipakai sebagai kehujahan maslahah mursalah adalah sabda Rasul SAW, riwayat dari Ibnu Majah dan Daruquthni :
"Tidak boleh berbuat madlarat dan saling memadlaratkan."
Perbuatan para sahabat dan ulama salaf
Para sahabat pun seperti sahabat Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khathab dan juga sebagian imam madzhab telah mensyariatkan aneka ragam hukum berdasarkan prinsip maslahah. Selain itu, kehujjahan maslahah mursalah juga didukung oleh dalil-dalil aqliyah seperti yang dikemukan oleh Abdul Wahab Kholaf yang menyatakan bahwa kemaslahatan manusia itu selalu aktual dan tidak ada habisnya, oleh karena itu jika tidak ada syariah hukum yang berkenaan dengan masalah baru yang terus berkembang dan pembentukan hukum hanya berdasarkan prinsip yang mendapat pengakuan syar'i saja, maka pembentukan hukum akan berhenti dan kemaslahatan yang dibutuhkan manusia di setiap masa dan tempat akan terabaikan.
Terhadap kehujjahan maslahah al mursalah, sebagian ulama menerimanya sebagai salah satu alasan dalam menetapkan hukum syara, dan berbeda pendapat dalam hal penerapan dan penempatan syaratnya.
Menurut ulama Hanafiyyah, untuk menjadikan maslahah mursalah sebagai dalil disyaratkan maslahah tersebut berpengaruh pada hukum. Jadi ada ayat, hadits atau ijma’ yang menunjukkan bahwa sifat yang dianggap sebagai kemaslahatan itu merupakan ‘illat atau motivasi hukum dalam penetapan suatu hukum, atau jenis sifat yang menjadi motivasi hukum tersebut dipergunakan oleh nash sebagai motivasi suatu hukum.
Para ulama Malikiyyah dan Hanabilah menerima maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum. Namun untuk bisa menjadikan maslahah mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum, para ulama Malikiyyah dan Hanabilah mempunyai tiga syarat, yaitu:
- Kemaslahatan itu sejalan dengan kehendak syara’ dan termasuk dalam jenis kemaslahatan yang didukung nash secara umum.
- Kemaslahatan itu bersifat rasional dan pasti, bukan sekedar perkiraan, sehingga hukum yang ditetapkan melalui maslahah mursalah iu benar-benar menghasilkan manfaat dan menghindari atau menolak kemudaratan.
- Kemaslahatan itu menyangkut kepentingan orang banyak, bukan kepentingan pribadi atau kelompok kecil tertentu.
Sedangkan para ulama golongan Syafi’iyyah, menjadikan maslahah sebagai salah satu dalil syara’ namun memasukkannya ke dalam qiyas. Menurut Imam al-Ghazali, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk kemaslahatan yang dapat dijadikan hujjah dalam mengistinbatkan hukum, yaitu:
- Maslahah itu sejalan dengan jenis tindakan-tindakan syara’
- Maslahah itu tidak meninggalkan atau bertentangan dengan nash syara’
- Maslahah itu termasuk ke dalam kategori maslahah yang darurat, baik menyangkut kemaslahatan pribadi maupun kemaslahatan orang banyak dan universal, serta berlaku sama untuk semua orang.
Itulah sedikit gambaran tentang dasar hukum maslahah mursalah serta kehujjahannya. Semoga bermanfaat.